Rabu, 17 Februari 2010

Jika Perempuan Tidak Mau Dianggap Barang

M Hasbi Amiruddin - Opini-SERAMBI INDONESIA-17 Februari 2010
AWALNYA saya berkenalan dengan kota Lhoksemawe, ketika saya duduk di bangku SLTA, sekitar awal 70-an. “Barse”— singkatan dari Barang Sementara, istilah yang terkenal saat itu. Barang sementara ini maksudnya selingkuhan, atau pelacur yang sekarang diganti nama dengan PSK. Artinya si lelaki itu sudah punya isteri, tetapi kemudian dia menggandeng perempuan lain untuk barang mainannya.

Sekarang pasti tidak akan kita temukan lagi barse semacam ini baik di kota Lhoksemawe maupun di kota-kota lain di Aceh. Soalnya Aceh sekarang telah menerapkan berlakunya sya’at Islam. Hal hal seperti itu tidak boleh terdapat lagi di bumi Aceh. Jika juga ada yang berani melakukannya ia akan berhadapan dengan WH dan pasti akan dihukum cambuk.

Jika kita telaah sesuai dalam hikmah dari hukuman-hukuman yang diberikan kepada yang melakukan khalwat atau semacamnya sebenarnya ingin melindungi perempuan dari perlakuan pria terhadap perempuan yang tidak pada layaknya. Biasanya jika terjadi hubungan tidak sah antara laki-laki dan perempuan sering akibat negatif jatuh pada perempuan. Walaupun nilai dosa di depan Allah sama antara laki-laki dan perempuan tetapi di kalangan masyarakat lebih menyalahkan perempuan.

Ada satu kebiasaan yang salah di kalangan kaum laki-laki. Laki-laki sering menilai orang perempuan sisi cantiknya saja. Kalau terjadi pembicaraan masalah perempuan di kalangan laki-laki pasti seputar kecantikannya. Kalau pun ada pembicaraan seputar lainnya itu jarang sekali. Kita tidak tahu kenapa kaum laki-laki senang membicarakan perempuan cantik. Apakah karena perempuan juga senang kalau dirinya dinilai cantik. Memang dalam kehidupan sehari-hari kita melihat kaum perempuan sering mengutamakan kecantikannya. Bahkan juga kita lihat berbagai produk kosmetik kecantikan perempuan ditawarkan di TV. Demikian juga dengan parade model pakaiannya.

Demi mendapatkan pengakuan bahwa dia seorang yang cantik seseorang perempuan sampai menggunakan pakaian yang sangat terbuka. Bukan hanya buka kepala, bahkan sampai buka dada dan juga buka pakaian bagian bawah sampai pangkal paha. Dan karena itu kemudian banyak kaum laki-laki kagum dengan kecantikannya dan memberi label sebagai perempuan yang cantik.

Saya kira tidak ada yang salah dengan seseorang yang cantik. Tetapi ketika seseorang bangga dengan kecantikannya dan selalu kepingin memamerkan kecantikannya jadilah dia barang yang cantik. Konsekwensi dari barang yang cantik adalah akan menjadi sebagai permainan untuk kepuasan seseorang yang ingin menikmati kecantikan. Dan ketika barang itu tidak memuaskan nafsunya barang itu tidak dipakai lagi. Demikianlah perempuan yang membanggakan dan selalu memamerkan cantiknyaketika dia tidak cantik lagi dia akan terbuang.

Lalu bagaimana agar seseorang perempuan tidak dianggap sebagai barang. Bersyukur saja kepada Allah karena anda telah diberikan kecantikan. Tetapi tidak usah dipamerkan kepada manusia. Karena itu tidak usah dibuka bentuk-bentuk tubuh dan kulit yang cantik. Kalau semua bentuk tubuh dan warna kulit seseorang perempuan cantik telah ditutup, lelaki tidak dapat menikmati kecantikan seseorang perempuan yang tidak berhak.

Lalu apa juga yang dapat dibanggakan pada seseorang perempuan yang tidak memperlihatkan kecantikan tubuhnya? Ketika itu lah perempuan harus mempersiapkan sisi lainnya yang dapat dibanggakan, misalnya kepintarannya, akhlaknya dan kesuksesan rumah tangganya. Ketika seperti ini kaum perempuan harus benar-benar serius menjadi pemburu ilmu pengetahuan. Demikian juga harus benar-benar menjaga dirinya menjadi orang yang berakhlak mulia dan orang yang sukses dalam berumah tangga. Sehinggga orang akan mengenang kelebihan-kelebihannya.

Coba kita menoleh ke belakang kita melihat sejumlah perempuan yang selalu dikenang umat manusia, hampir tidak ada yang dibanggakan kecantikannya. Khadijah misalnya terkenal karena dia pengusaha suskses dan kemudian juga sukses membatu dakwah Nabi Muhammad saw. Ainsyah dikenal sebagai orang yang memiliki kepintaran yang mengagumkan. Begitu banyak hadits dirawi oleh Ainsyah. Nabi sendiri sering mempercayakan Aisyah sebagai nara sumber terhadap sesuatu hukum yang harus diikuti oleh umat Islam.

Apalagi kalau kita rujuk pada Siti Hajar, isteri Nabi Ibrahim as yaitu yang melahirkan Nabi Ismail as. Diriwayatkan Siti Hajar adalah seorang perempuan yang berketurunan kulit hitam. Demikian juga bentuk tubuhnya untuk ukuran pencinta kecantikan sekarang sama sekali tidak dapat digolongkan sebagai seoran yang cantik. Tetapi betapa namanya harum di kalangan umat manusia, karena kepatuhannya pada suami dan kecintaannya pada anaknya.

Siti Hajar ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim di padang pasir yang tandus dalam keadaan hamil. Tanpa Ibrahim kemudan Siti Hajar melahirkan. Lalu karena sayangnya pada anak (Ismail), Siti Hajar dalam keadaan lemah, baru melahirkan, berusaha mencari air untuk anaknya. Dapat dibayangkan betapa sulit berjalan di bebatuan dan pasir yang panas di gurun tandus tersebut. Tetapi demi anaknya Siti Hajar tetap berusaha. Di khabarkan Siti Hajar berjalan ulang alik dari Safa ke Marwa sampai beberapa kali. Dengan taqdir Allah kemudian keluarlah air dari celah-celah gunung batu yang sekarang terkenal dengan air zamzam.

Karena kemuliaan akhlaknya lalu Allah mengangkat dirinya menjadi perempuan yang mulia yang akan dikenang sepanjang masa. Allah menjadikan gerakan Siti Hajar mencari air untuk anaknya menjadi salah satu rukun haji yaitu sa’i. Sa’i adalah berlari-lari kecil dari bukit Safa sampai ke Marwa. Kita bisa bayangkan bagaimana beratnya dulu Siti Hajar mencari air itu. Sekarang saja tempat tersebut yang telah diberi keramik dan diberi atap ada yang harus beristirahat untuk dapat menyelesaikan sa’i sekali putaran. Demikianlah kemuliaan akhak seorang perempuan telah dijadikan salah seorang yang terkenal di dunia.

Pada suatu hari Umar bin Khattab (shahabat Nabi) melihat beberapa anak muda sedang mengganggu kaum perempuan. Lalu Umar menegur pemuda tersebut. “Kenapa kalian ganggu isteri Nabi”. Anak muda itu menjawab kami tidak tahu di dalam rombongan tersebut ada isteri Nabi”. Karena rombongan kaum perempuan tersebut berpakaian sama seperti pakaian perempuan budak-budak, tidak menutup aurat. Lalu Umar mendatangi rumah Nabi menyampaikan permohonannya bagaimana jika isteri-isteri Nabi tidak berpakaian seperti perempuan budak-budak lainnya. Lalu kemudian turunlah wahyu (Q..S, Alahzab: 54 atau annur 3), yang memerintahkan agar kaum mukmin menutup auratnya termasuk menjulurkan jilbabnya sampai ke dada.

Budak sebagai mana kita baca dalam sejarah juga sering dianggap sebagai barang yang diperjual belikan. Ketika dia masih dapat digunakan termasuk untuk pemuas nafsu dia akan dibeli. Tetapi ketika dia tidak berguna mereka tidak ada yang beli. Mungkin sebab-sebab itulah kemudian Allah mewajibkan kaum perempuan agar menutup auratnya termasuk memakai jilbab agar kaum perempuan ini tidak dianggap sebagai barang.

* Prof. Dr. M. Hasbi Amiruddin, MA adalah guru besar pada IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

sumber:
**Jika Perempuan Tidak Mau Dianggap Barang**
http://www.serambinews.com/news/view/24356/jika-perempuan-tidak-mau-dianggap-barang